- Selanjutnya menurut Slamet ( 2003:8 ) menyatakan bahwa, partisipasi Valderama dalam Arsito mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu :
1. Partisipasi politik (political participation)
2. Partisipasi social (sosial participation)
3. Partisipasi warga (citizen participation/citizenship)
Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Partisipasi politik (political participation) lebih berorientasi pada “mempengaruhi” dan “mendudukan wakil-wakil rakyat” dalam lembaga pemerintah ketimbang partisipasi aktif dalam proses-proses kepemerintahan itu sendiri.
2. Partisipasi social (social participation) partisipasi ditempatkan sebagai beneficiary atau pihak diluar proses pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan sampai penilaian, pemantauan, evaluasi dan implementasi. Partisipasi sosial sebenarnya dilakukan untuk memperkuat proses pembelajaran dan mobilisasi sosial. Dengan kata lain, tujuan utama dari proses sosial sebenarnya bukanlah pada kebijakan publik itu sendiri tetapi keterlibatan komunitas dalam dunia kebijakan publik lebih diarahkan sebagai wahana pembelajaran dan mobilisasi sosial.
3. Partisipasi warga (citizen participation/citizenship) menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses pemerintahan. Partisipasi warga telah mengalih konsep partisipasi “dari sekedar kepedulian terhadap penerima derma atau kaum tersisih menuju suatu keperdulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambil keputusan diberbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan mereka. Maka berbeda dengan partisipasi sosial, partisipasi warga memang berorientasi pada agenda penentuan kebijakan publik. Partisipasi dapat dijelaskan sebagai masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat merasa tidak memiliki dan acuh tak acuh terhadap program pembangunan yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Terlebih apabila akan dilakukan pendekatan pembangunan dengan semangat lokalitas. Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami keadaan daerahnya tentu akan mampu memberikan masukkan yang sangat berharga. Masyarakat lokal dengan pengetahuan serta pengalamannya menjadi modal yang sangat besar dalam melaksanakan pembangunan. Masyarakat lokal lah yang mengetahui apa permasalahan yang dihadapi serta juga potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Bahkan pula mereka akan mempunyai pengetahuan lokal untuk mengatasi masalah yang dihadapinya tersebut.
Partisipasi bukan hanya sekedar salah satu tujuan dari pembangunan sosial tetapi merupakan bagian yang integral dalam proses pembangunan sosial. Partisipasi masyarakat berarti eksitensi manusia seutuhnya, tuntutan akan partisipasi masyarakat semakin berjalan seiring kesadaran akan hak dan kewajiban warga Negara. Penyusunan perencanaan partisipasif yaitu dalam perumusan program-program pembangunan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat setempat dilakukan melalui diskusi kelompok-kelompok masyarakat secara terfokus atau secara terarah. Kelompok strategis masyarakat dianggap paling mengetahui potensi, kondisi, masalah, kendala, dan kepentingan (kebutuhan) masyarakat setempat, maka benar-benar berdasar skala prioritas, bersifat dapat diterima oleh masyarakat luas (acceptable) dan dianggap layak dipercaya (reliable) untuk dapat dilaksanakan (implementasi) program pembangunan secara efektif dan efesien, berarti distribusi dan alokasi faktor-faktor produksi dapat dilaksanakan secara optimal, demikian pula pencapaian sasaran peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat, perluasan lapangan kerja atau pengurangan pengangguran, berkembangnya kegiatan lokal baru, peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, peningkatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat akan terwujud secara optimal pula. Perencanaan program pembangunan disusun sendiri oleh masyarakat, maka selanjutnya implementasinya agar masyarakat juga secara langsung dilibatkan. Perlibatan masyarakat, tenaga kerja lokal, demikian pula kontraktor lokal yang memenuhi syarat. Selanjutnya untuk menjamin hasil pekerjaan terlaksana tepat waktu, tepat mutu, dan tepat sasaran, peran serta masyarakat dalam pengawasan selayaknya dilibatkan secara nyata, sehingga benar-benar partisipasi masyarakat dilibatkan peran serta mulai penyusunan program, implementasi program sampai kepada pengawasan, dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program pembangunan akan terlaksana pula secara efektif dan efesien.
Sumber : *Yuwono, Teguh. 2001. Manajemen Otonomi Daerah : Membangun Daerah Berdasar Paradigma Baru. Semarang: Clyapps Diponegoro University
*Suryono, Agus. 2001. Teori dan Isi Pembangunan. Malang: Universitas Negeri Malang. UM Press
*Supriady, Deddy dan Riyadi. 2005. Perencanaan Pembangunan Derah. Jakarta: SUN
*Isbandi, Rukminto Adi. 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas : Dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok: Fisip UI press
*Handayani, Suci. 2006. Perlibatan Masyarakat Marginal Dalam Perencanaan dan Penganggaran Partisipasi (Cetakan Pertama). Surakarta: Kompip Solo
*Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor: IPB Press